Minggu, 05 Juni 2011

Cinta Karya: Abdul Hadi W.M.

Cinta
Karya: Abdul Hadi W.M.
Cinta serupa dengan laut
Selalu ia terikat pada arus
Setiap kali ombaknya bertarung
Seperti tutur kata dalam hatimu
Sebelum mendapat bibir yang mengucapkannya

Angin kencang datang dari jiwa
Air berpusar dan gelombang naik
Memukul hati kita yang telanjang
Dan menyelimutinya dengan kegelapan

Sebab keinginan begitu kuat
Untuk menangkap cahaya
Maka kesunyian pun pecah
Dan yang tersembunyi menjelma
Kau di sampingku
Aku di sampingmu
Kata-kata adalah jembatan
Waktu adalah jembatan
Tapi yang mempertemukan
Adalah kalbu yang saling memandang

(Hadi, Abdul. 2002. Pembawa Matahari. Jogjakarta: Bentang.)

 Analisis Puisi Cinta, karya Abdul Hadi W.M:
Puisi karya Abdul hadi W.M. yang berjudul Cinta ini terdiri dari empat bait, bait pertama terdiri atas lima baris, bait kedua dan ketiga terdiri atas empat baris, bait terakhir terdiri atas enam baris. Baris pertama didominasi oleh bunyi vokal a, dua kata pertama yaitu kata ‘cinta’ dan ‘serupa’. ‘Cinta serupa dengan laut’ mengandung majas simile. Selanjutnya, pada baris kedua masih didominasi oleh bunyi vokal a, lalu baris ketiga pun masih didominasi oleh bunyi vokal a. Jika kita perhatikan, pada bait pertama ini empat baris terakhir terdapat aliterasi yang di awali dengan bunyi konsonan s diikuti vokal e, ‘selalu’, ‘setiap’, ‘seperti’, dan ‘sebelum’. Kelima kata-kata terakhir pada setiap baris didominasi vokal u, ‘laut’, ‘arus’, ‘bertarung’, ‘hatimu’, dan ‘mengucapkannya’. Pada baris ketiga terdapat klausa ‘ombaknya bertarung’ mengandung majas personifikasi.
Bait kedua terdiri atas empat baris, lagi-lagi seluruh baris didominasi oleh bunyi vokal a. Terlihat pada baris pertama ‘Angin kencang datang dari jiwa’. Pada baris pertama di dalam bait kedua menggunakan kata abstrak ‘jiwa’. Di sini juga terasa adanya imaji visual, contoh lain pada baris kedua bait kedua ‘ Air berpusar dan gelombang naik’. Majas personifikasi pun terasa pada tiap barisnya, penulis mengungkapkan benda-benda yang bukan manusia dijadikannya seolah-olah hidup layaknya makhluk hidup.
Pada bait ketiga juga kita temui kata abstrak ‘keinginan’ di baris pertama. Berbeda dengan bait pertama dan bait kedua, pada bait ketiga ini tidak ada yang mendominasi bunyi oleh huruf vokal maupun konsonan. Bait terakhir, yaitu bait keempat terdiri dari enam baris. Baris pertama dan kedua ‘kau’ dan ‘aku’ diakhiri vokal yang sama, yaitu vokal u. Dan kedua kata ini terdiri dari tiga huruf. Selanjutnya, kata depan sama-sama menggunakan ‘di’ dan diikuti kata ‘sampingku’ dan ‘sampingmu’. Terasa imaji visual terlihat jelas di baris kedua ini. Baris ketiga dan keempat, dua kata terakhir menggunakan kata-kata yang sama ‘ kata-kata adalah jembatan’ dan ‘waktu adalah jembatan’.
Pusi ini termasuk aliran romantik, karena di dalamnya menggambarkan kenyataan hidup dengan penuh keindahan. Terasa puisi ini menonjolkan sisi perasaan pembacanya, pembaca dibuai masuk ke dalam cerita tentang cinta. Kecenderungan menggambarkan keindahan sangat jelas ketika kita membaca baris pertama dalam bait pertama ‘cinta serupa dengan laut’, di sini sangat jelas bagaimana penulis memilih kata yang mendasarkan atas kepentingan memperindah kenyataan itu.
Penggunaan pengimajian pun terlihat dalam puisi ini, pada baris kedua di bait kedua ‘air berpusar dan gelombang naik’ di sini terasa imaji visual, karena penulis melukiskan penglihatan agar dirasakan pembacanya. Selanjutnya, pada bait ketiga seluruhnya dapat dirasakan imaji taktil, di mana pembaca seolah-olah merasakan sentuhan perasaan.
Sebab keinginan begitu kuat
Untuk menangkap cahaya
Maka kesunyian pun pecah
Dan yang tersembunyimenjelma
Penggunaan imaji visual dapat kita rasakan pada bait keempat di dua baris pertama ‘kau di sampingku’ dan ‘aku di sampingmu’. Kemudian, imaji taktil terlihat di baris terakhir ‘kalbu yang saling memandang’.
Penulis juga menggunakan pelambangan, cinta dilambangkan dengan hati dan kalbu. Penulis merasa belum cukup jika hanya menggunakan kata-kata dari kehidupan sehari-hari untuk mengungkapkan makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Penulis merasa dengan simbol-simbol ini makna dalam puisi akan lebih hidup, lebih jelas, dan lebih mudah dibayangkan oleh pembaca. ‘Kegelapan’ adalah lambing suasana, gelap berarti gelisah. Kegelisahan menanti cinta. Penulis menggunakan lambing suasana untuk mewakili satu suasana atau peristiwa lainnya. Kata ‘jembatan’ digunakan penulis sebagai lambing benda, karena jembatan berarti sebagai perantara agar sampai pada tempat yang kita inginkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar