Minggu, 05 Juni 2011

Esai Mr. Prof. Muhammad Yamin, SH dan Puisi Tanah Air

Esai
Mr. Prof. Muhammad Yamin, SH dan Puisi Tanah Air
Berbicara tentang tokoh besar yang satu ini sangat menginspirasikan siapa pun yang membacanya, beliau adalah Mr. Prof. Muhammad Yamin, SH. Seorang politikus sekaligus perintis puisi modern di Indonesia. Lahir di Sawahlunto, Sumatera Barat, 24 Agustus 1903 dan meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada usia 59 tahun. Ia dimakamkan di Talawi, Sawahlunto. Di zaman penjajahan, Yamin termasuk orang yang beruntung berkat keturunan dari keluarga yang cukup terpandang pada masa itu ia dapat bersekolah di AMS Yogyakarta pada 1925 dan mempelajari sejarah dan bahasa-bahasa timur seperti Melayu, Jawa dan Sansekerta. Ia melanjutkan ke sekolah hukum di Jakarta dan menyandang gelar meester in de rechten pada 1932.

Kiprahnya dalam dunia politik bukan hal yang kecil dipandang mata, beliau adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno, Yamin hingga akhir hayatnya menjabat sebagai Ketua Dewan Perencanaan Nasional (saat ini bernama Bappenas). Dan berkali-kali pula beliau duduk sebagai menteri. Ia pun kemudian menjadi salah satu perumus teks Sumpah Pemuda (1928). Dalam dunia politik, ia bergabung bersama partainya Partindo. Namun setelah Partindo bubar, ia pun membentuk Gerindo. Menjelang proklamasi, Yamin aktif dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Dari sini jelas terlihat bahwa Yamin sebagai seorang politikus sekaligus perintis puisi modern di Indonesia mencoba berkembang dan menyumbangkan pemikirannya buat nasional Indonesia pada masa pra kemerdekaan 1945 dan negara RI setelahnya. Kita harus mengakui bahwa Yamin adalah seorang yang amat lengkap, politikus yang tak lekang oleh masa, pemikir dan pujangga yang berpengaruh pada masanya (Kompas, Sabtu 23 Agustus 2003).

Penyair yang dikenal sebagai pemula bentuk soneta dalam kesusastraan Indonesia modern ini banyak melahirkan karya seperti kumpulan sajak Tanah Airku (1922), mau pun roman sejarah Ken Arok dan Ken Dedes (1934). Sebagai ahli sejarah ia menghasilkan buku seperti Gadjah Mada (1945), Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (1951) dan Kebudajaan Asia Afrika (1955).

Karya Yamin salah satunya yang juga sangat terkenal yaitu puisi Tanah Air, puisi yang memang sengaja Yamin tulis atas kecintaannya pada pulau sumatera ‘tanah air’ kebanggaannya, tempat dimana ia dilahirkan, serta darah(ibu)nya tertumpah. Puisi ini ditulis tahun 1922 dan saat itu yang ada dibenaknya ‘tanah air’ di sini bukanlah tanah nusantara melainkan tanah tempat asalnya, sumatera. Namun pada akhirnya ‘tanah air’ di sini pun yang ia pikirkan adalah tanah Indonesia tercinta. Mengapa pada awalnya ia menganggap ‘tanah air’ yaitu sumatera? Seperti yang kita ketahui, Indonesia merdeka pada 1945. Namun sebenarnya kata Indonesia itu sendiri sudah ada sejak tahun 1900.

Puisi Tanah air beraliran romantisme, dalam aliran ini perasaan lebih ditonjolkan. Karya-karya yang bersifat romantik seringkali berusaha membuai perasaan pembacanya. Kecenderungan menggambarkan keindahan alam, sungai, dan gunung didasarkan atas kepentingan memperindah kenyataan itu (Herman J. Waluyo. Teori dan Apresiasi Puisi. 1987. Surakarta: PT. Gelora Aksara Pratama. Hlm. 32). Puisi ini sangat jelas menceritakan tentang kecintaan dan kebanggaan Yamin terhadap sumatera sebagai ‘tanah air’nya. Walaupun pada masa-masa itu adalah masa penjajahan, tapi Yamin tidak melulu menulis karya tentang peperangan atau penjajahan. Menurut saya, puisi ini sangat indah karena berisi tentang seseorang yang merasakan kebanggaan atas tanah airnya. Mungkin jika kita lihat pada masa sekarang, jarang orang yang merasakan apa yang saat itu Yamin rasakan. Karena dulu Indonesia belum menyatu dan masing-masing masih menjunjung daerahnya sendiri dan mereka sama-sama mempunyai keinginan agar Indonesia semua menyatu. Dari beragam suku, budaya, dan adat istiadat.

Berikut puisi Tanah air:
Tanah Air
Pada batasan, bukit barisan
Memandang aku, ke bawah memandang;
Tampaklah hutan rimba dan ngarai;
Lagi pun sawah sungai yang permai;
Serta gerangan, lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna
Oleh pucuk, daun kelapa;
Itulah tanah, tanah airku
Sumatera namanya, tumpah darahku

Sesayup mata, hutan semata
Begunung bukit, lemah sedikit
Jauh di sana, di sebelah situ,
Dipagari gunung satu persatu
Adalah gerangan sebuah surga,
Bukannya janat bumi kedua
-Firdaus melaju di atas dunia!
Itulah tanah yang kusayangi,
Sumatera namanya, yang kujunjungi

Pada batasan, bukit barisan
Memandang ke pantai, teluk permai;
Tampaklah air, air segala
Itulah laut, samudera hindia
Tampaklah ombak, gelombang berbagai
Memecah ke pasir, lalu berderai
Ia memekik, berandai-andai
“Wahai Andalas, Pulau Sumatera, harumkan nama Selatan Sumatera”
(Jong Sumatera Th III. No. 4, 1920)

Jika kita lihat, puisi Tanah Air ini masing-masing terdiri dari 9 baris. Pada baris pertama terdapat yang dinamakan rima dalam, sedangkan jika kita lihat pada baris ketiga dan keempat terdapat yang dinamakan rima akhir. Puisi ini di awal menggambarkan tentang alam sebagaimana sesuai dengan judulnya ‘Tanah Air’ yang memang menceritakan alam tanah Sumatera yang indah. Tampak bahwa Yamin mencintai dan memuja alamnya sendiri yaitu Sumatera.

Banyak yang mengatakan bahwa sebagian besar puisi Yamin di awal puisinya menggambarkan tentang alam, dan memang terbukti dalam karyanya berjudul Tanah Air yang sedang saya bahas, di sini pun di awali dengan gambaran alam. Ia menggambarkan bagaimana keindahan sekeliling bukit barisan: hutan rimba, ngarai, sawah, dan sungai. Dan dengan bangganya ia mengakui,
Itulah tanah, tanah airku
Sumatera namanya, tumpah darahku

Apakah Yamin sejarawan Indonesia terbesar? Jawabannya, yang jelas karya Yamin telah berdampak sangat besar bagi memori bangsa Indonesia. Walaupun ia telah tiada namun karya dan jasa-jasanya selalu dapat dikenang melalui pembelajaran karya sastra terutama tentang penyair-penyair besar Indonesia.

1 komentar:

  1. Wah thnks ini info penting, dan juga baru saya tahu kalau ternyata beliau yg pertama kali membukukan puisinya :)

    BalasHapus