Minggu, 05 Juni 2011

Analisis Cerpen ‘Kematian Bapak’ karya Shois Anwar

 Analisis Cerpen ‘Kematian Bapak’ karya Shois Anwar:
Cerpen dengan judul ‘Kematian Bapak’ karya Shois Anwar ini sangat sistematis dalam mendeskripsikan jalan ceritanya. Seluruh paragraf dalam cerpen ini menggunakan paragraf deskripsi, di mana dalam tiap penceritaanya dapat dirasakan pembaca. Bahasa yang digunakan pun dapat langsung dimengerti dan mudah untuk dipahami. Majas hiperbola terlihat dalam kalimat berikut, ‘Seperangkat kejadian yang terus mendidih di kepala itu tentu saja bukan peristiwa manis’. Pengimajian visual juga terasa dalam tiap jalan ceritanya, penggambaran visual tentang kematian seseorang, di sini penulis melukiskan imaji penglihatan. Berikut cuplikannya,
Dengan mata yang masih sembab karena habis menangis saya langsung menuju ke ruang depan tempat jenazah dibaringkan. Kedua kakak saya, yang satunya kakak ipar, ternyata sudah siap di dekat jenazah bapak. Sehabis membaca basmallah bersama-sama, kami lantas mengangkat jenazah itu. Saya berada di tengah karena memang yang paling pendek di antara kedua kakak saya itu.
Secara bergantian orang-orang menyiram tubuh bapak dengan air kembang bercampur daun kelor. Di antara kedua kakak saya itulah saya juga turut memangku jenazah bapak pada baian tengah. Alangkah keras tubuh bapak, sekujur tubuhnya juga terasa kaku. Inilah saat-saat terakhir saya menyentuh bapak.
‘Kedua orang inilah sama-sama kuat menyedot dan menguras perasaan saya. Saya ingin membelah jadi dua’ kalimat ini mengandung majas hiperbola, yaitu kiasan yang berlebih-lebihan. Penulis merasa perlu melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu agar mendapatkan perhatian dari pembaca.
Selanjutnya, penulis menggunakan pelambangan, selain kiasan yang digunakan penulis dalam penulisan karya-karyanya ia pun menggunakan simbol-simbol untuk memperjelas suasana agar lebih mengena di hati pembacanya. Simbol warna salah dalam kalimat ‘jenazah bapak telah dimasukkan dalam keranda bertutupkan kain hijau’, warna mempunyai karakteristik watak tertentu, untuk mengungkapkan perasaan penulis.
Lambang benda dilukiskan penulis sebagaimana jalan cerita dalam cerpen ini, yaitu lambang kematian atau kesedihan yang mendalam ‘daun pandan wangi’, ‘kembang kenanga’, ‘gading’, dan ‘melati’. Keempat benda ini berkaitan dengan kematian, imaji taktil terasa dan pembaca ketika membaca cerpen ini dapat merasakan bagaimana proses pemakaman kematian itu akan diproses. Dengan kata lain, penulis menciptakan suasana duka dengan sempurna.
Imaji visual terasa kembali dalam penggalan kalimat, ‘Jenazah diberangkatkan ke kubur. Jalanan dipenuhi para pelayat yang berduyun-duyun’ sebagai pembaca tentu kita dapat seolah-olah merasakan ada di tempat tersebut dan dengan indera penglihatan kita dapat merasakan bagaimana banyak orang yang mengantarkan jenazah bapak. ‘Ayat-ayat Quran’, ‘Al Fatihah’, ‘Al Falaq’, dan ‘An Naas’ termasuk simbol benda. Ayat-ayat ini adalah bagian dari seorang muslim, bacaan-bacaan yang biasa dibacakan ketika mengantarkan jenazah. ‘Garis-garis di kening, bentuk bibir, sorot mata, bentuk hidung, dan seluruh nuansa wajah saya adalah bapak adanya’ jelas pelambangan benda yang diciptakan penulis terlihat di sini. Simbol benda digunakan untuk mempertegas yang ingin dsampaikan penulis. Kata ‘kumis’ dipakai penulis untuk melambangkan seorang laki-laki. Nuansa simbol suasana juga terlihat pada kalimat ‘kadang-kadang saya mencoba mempermainkan wajah di cermin: tersenyum, murung, menganga, mengerutkan kening, dan membelalak’.
Aspek yang digunakan penulis dalam menulis cerpen ini adalah aspek ekspresif, karena dalam penyampaiannya penulis benar-benar menyampaikannya dengan sangat ekspresif dan jelas serta mudah ditangkap oleh pembaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar